“ pahlawan bukanlah
orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak lawannya, tetapi
pahlawan yang sebenarnya adalah orang yang sanggup menguasai dirinya di
kala marah”
Tan Malaka-
Teman-temanku, dulu aku hidup dalam kesusahan.dan penyakit yang kuderita. Bahkan kemana-mana pun aku harus dibopong oleh sahabat-sahabatku yang ikhlas hidup disampingku. Hidupku kebanyakan diisi dengan keluar masuk hutan, adu tembak dengan tentara musuh sudah sering kulalui. Walaupun aku tidak bisa berbuat banyak dengan keadaanku, aku janjikan ke mereka bahwa Indonesia harus merdeka walaupun hidup atau mati. Itu semua kulakukan hanya agar tanah ini milik kita, wahai putra-putri pertiwi. (Jend. Soedirman).
Hidupku pun tak jauh dari temanku diatas. Kuisi hidupku untuk perang dengan penjajah, sebenarnya akupun tidak menginkan perang kawan, tapi aku lebih tidak menginginkan tanahku di jajah oleh Negara asing dan rakyatku diperlakukan semena-mena. Sampai pada puncaknya aku melakukan serangan di sebuah hotel di daerah tempat aku tinggal. Memang hatiku harus tersayat-sayat ketika teman-temanku berguguran di depan mataku dan masih terus terngiang di telinga ku kata semangat mereka yaitu “allahhu akbar” dan “Merdeka atau mati”, tapi dari situ aku bisa memaknai arti hidup. Perjuangan teman-teamnku tidak akan pernah sia-sia, karena kami berhasil membunuh salah seorang pimpinan mereka, dan kami pun berhasil merobek bendera mereka yang sedang berkibar diatas hotel tempat mereka tinggal. Semuanya kulaakukan bukan karena gelar pahlawan yang baru saja kalian berikan jauh dari kematianku, tapi untuk sebuah cita-cita yaitu memerdekakan Indonesia. (Bung Tomo)
Pengasingan adalah hal yang biasa dalam hidupku kawan, bahkan mungkin selama mudaku hanya ku isi dengan pengasingan. Bahkan untuk bisa bertukar pendapat, atau melihat tanah kelahiranku, aku harus berganti nama di setiap tempat dan menyamarkan mukaku. Dan aku pun tidak bisa ikut banyak dalam perjuangan temanku di negeri ini. Tapi itu tidak mematahkan semangat ku, aku kumpulkan semua informasi dari temanku di negeriku dan informasi dari penjajah. aku tidak boleh kalah semangat dengan teman-temanku di sana, aku coba bangkitkan semangat mereka dengan bukuku yang berjudul “ massa aksi” dan ku kenalkan mereka dengan konsep ku “Indonesia merdeka 100%”. (tan malaka)
Memang aku lahir dari keluarga yang cukup berada, hingga aku bisa mengenyam pendidikan ditingkat yang tinggi. Di masa mudaku aku banyak belajar dari guruku HOS Cokroaminoto dan sahabatku Kartosuwiryo (dialah sahabatku, memang politik yang telah memisahkan kita. Bahkan aku harus menangis setiap kali arsip tuntutan hukuman mati untuknya berada di mejaku.selalu kuingat ketika tiap kali dia menghinaku kalo aku sedang beraltih pidato didepan kaca. Dan selalu kiuingat tentang sorot matanya itu yang memnacarkan jiwa perjuangan, mungkin karena itu juga yang membuatnya memiliki banyak pengikut dalam gerakannya. Walau begitu nilai persahabatan diantara kami tidak akan pernah hilang). Aku harus mengalami sisi hitam yang sangat pahit kawan, ketika aku harus menjadi pemimpin ketika rakyatku harus menjadi pekerja romusha untuk pihak penjajah, sakit rasanya hati ini kalau mengingat wajah, suara dan pengorbanan mereka untuk negeri ini. Hidupku pun tak jauh dari temanku tan malaka, pengasingan bagiku adalah bunga dari perjuangan. Kunikmati setiap pengasinganku, bahakan untuk menulis pleido untuk pembelaan ku di sidang saja, aku harus menulisnya di atas tempat aku buang air. Itupun tidak menyurutkan semangatku kawan. Hingga akhirnya aku harus diculik oleh sahabat-sahabat mudaku yang menuntut kemerdekaan. Dan tidak lama dari kejadian itu tepatnya tanggal 17 agustus 1945 dalam pidatoku yang menyatakan “PROKLAMASI”, yang berisi tentang kemerdekaan Indonesia walaupun paginya aku divonis dokterku dalam keadaan sakit. Tidak sampai di situ kawan, setelah aku mengumandangkan proklamasi pun, penjajah belum mau mengakuinya. Penjajah kembali datang, bahkan sempat waktu itu aku ingin melakukan pemeriksaan ke dokter pribadiku aku, mobilku dihadang oleh tentara penjajah dan mereka mengacungkan senjatanya tepat ke kepalaku. Sungguh berat rasanya mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia kawan. Sampai penghujung masa jabatanku, aku diguncang oleh mahasiswa dan aksi G30SPKI yang sampai sekarang masih samar kejelaasannya. Lalu aku dipaksa untuk menyerahkan jabatanku ke salah seorang pemimpin dari kaum militer (karena sampai sekarang belum pernah di temukan bukti nyata dari SUPERSEAMAR), dan rasanya pengabdian ku dulu tidak dihargai, karena disisa hidupku aku harus di asingkan, bahkan dalam kematian ku pun akau dalam pengasingan. (Ir. Soekarno)
Akupun tak jauh dari sahabatku soekarno, dulu di masa mudaku aku sempat mengenyam pendidikan di negeri penjajah. aku habiskan masa-masaku disana untuk belajar tentang perekonomian dan sekali-kali aku mendalami ilmu tentang kenegaraan. Mungkin aku agak berbeda dengan sahabatku soekarno yang lebih suka melakukan pidato, aku lebih terkesan pendiam. Dan tidak jarang aku berselisih pendapat dengan soekarno, tapi itu tidak menjadi kendala bagi kami, karena kami bisa menghargai perbedaan antara satu dan yang lainnya. Bahkan dulu aku sempat bernazar aku tidak akan menikah sebelum negeri ini merdeka, aku terus berjuang untuk kemerdekaan ini. Sampai akhirnya dinegeri ini merdeka dan aku mendampingi sahabatku soekarno di kursi kepemimpinanya. (Moh. Hatta)
Hari ini tepat tanggal 10 november, adalah hari yang tepat untuk mengenang mereka. Tapi tidak hanya untuk mengenang karena perjuangan mereka belum berakhir. Mungkin benar dulu mereka lah yang tealah memperjuangkan negeri ini sampai merdeka tapi tongkat estafet itu tidak boleh berhenti kawan. Negeri ini memang sudah merdeka secara lahiriah, TAPI BATIN INI MASIH DIJAJAH kawan, bahkan di jajah bukan hanya Negara asing tapi juga orang-orang yang satu ras dan satu tanah dengan kita teman.
Inilah waktu yang tepat untuk mencapai cita-cita kita dan mereka yaitu, INDONESIA MERDEKA !!!!!!!
Sumber: Sandhy Kopong Nugraha
- Nabi Muhammad SAW-
Tan Malaka-
Teman-temanku, dulu aku hidup dalam kesusahan.dan penyakit yang kuderita. Bahkan kemana-mana pun aku harus dibopong oleh sahabat-sahabatku yang ikhlas hidup disampingku. Hidupku kebanyakan diisi dengan keluar masuk hutan, adu tembak dengan tentara musuh sudah sering kulalui. Walaupun aku tidak bisa berbuat banyak dengan keadaanku, aku janjikan ke mereka bahwa Indonesia harus merdeka walaupun hidup atau mati. Itu semua kulakukan hanya agar tanah ini milik kita, wahai putra-putri pertiwi. (Jend. Soedirman).
Hidupku pun tak jauh dari temanku diatas. Kuisi hidupku untuk perang dengan penjajah, sebenarnya akupun tidak menginkan perang kawan, tapi aku lebih tidak menginginkan tanahku di jajah oleh Negara asing dan rakyatku diperlakukan semena-mena. Sampai pada puncaknya aku melakukan serangan di sebuah hotel di daerah tempat aku tinggal. Memang hatiku harus tersayat-sayat ketika teman-temanku berguguran di depan mataku dan masih terus terngiang di telinga ku kata semangat mereka yaitu “allahhu akbar” dan “Merdeka atau mati”, tapi dari situ aku bisa memaknai arti hidup. Perjuangan teman-teamnku tidak akan pernah sia-sia, karena kami berhasil membunuh salah seorang pimpinan mereka, dan kami pun berhasil merobek bendera mereka yang sedang berkibar diatas hotel tempat mereka tinggal. Semuanya kulaakukan bukan karena gelar pahlawan yang baru saja kalian berikan jauh dari kematianku, tapi untuk sebuah cita-cita yaitu memerdekakan Indonesia. (Bung Tomo)
Pengasingan adalah hal yang biasa dalam hidupku kawan, bahkan mungkin selama mudaku hanya ku isi dengan pengasingan. Bahkan untuk bisa bertukar pendapat, atau melihat tanah kelahiranku, aku harus berganti nama di setiap tempat dan menyamarkan mukaku. Dan aku pun tidak bisa ikut banyak dalam perjuangan temanku di negeri ini. Tapi itu tidak mematahkan semangat ku, aku kumpulkan semua informasi dari temanku di negeriku dan informasi dari penjajah. aku tidak boleh kalah semangat dengan teman-temanku di sana, aku coba bangkitkan semangat mereka dengan bukuku yang berjudul “ massa aksi” dan ku kenalkan mereka dengan konsep ku “Indonesia merdeka 100%”. (tan malaka)
Memang aku lahir dari keluarga yang cukup berada, hingga aku bisa mengenyam pendidikan ditingkat yang tinggi. Di masa mudaku aku banyak belajar dari guruku HOS Cokroaminoto dan sahabatku Kartosuwiryo (dialah sahabatku, memang politik yang telah memisahkan kita. Bahkan aku harus menangis setiap kali arsip tuntutan hukuman mati untuknya berada di mejaku.selalu kuingat ketika tiap kali dia menghinaku kalo aku sedang beraltih pidato didepan kaca. Dan selalu kiuingat tentang sorot matanya itu yang memnacarkan jiwa perjuangan, mungkin karena itu juga yang membuatnya memiliki banyak pengikut dalam gerakannya. Walau begitu nilai persahabatan diantara kami tidak akan pernah hilang). Aku harus mengalami sisi hitam yang sangat pahit kawan, ketika aku harus menjadi pemimpin ketika rakyatku harus menjadi pekerja romusha untuk pihak penjajah, sakit rasanya hati ini kalau mengingat wajah, suara dan pengorbanan mereka untuk negeri ini. Hidupku pun tak jauh dari temanku tan malaka, pengasingan bagiku adalah bunga dari perjuangan. Kunikmati setiap pengasinganku, bahakan untuk menulis pleido untuk pembelaan ku di sidang saja, aku harus menulisnya di atas tempat aku buang air. Itupun tidak menyurutkan semangatku kawan. Hingga akhirnya aku harus diculik oleh sahabat-sahabat mudaku yang menuntut kemerdekaan. Dan tidak lama dari kejadian itu tepatnya tanggal 17 agustus 1945 dalam pidatoku yang menyatakan “PROKLAMASI”, yang berisi tentang kemerdekaan Indonesia walaupun paginya aku divonis dokterku dalam keadaan sakit. Tidak sampai di situ kawan, setelah aku mengumandangkan proklamasi pun, penjajah belum mau mengakuinya. Penjajah kembali datang, bahkan sempat waktu itu aku ingin melakukan pemeriksaan ke dokter pribadiku aku, mobilku dihadang oleh tentara penjajah dan mereka mengacungkan senjatanya tepat ke kepalaku. Sungguh berat rasanya mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia kawan. Sampai penghujung masa jabatanku, aku diguncang oleh mahasiswa dan aksi G30SPKI yang sampai sekarang masih samar kejelaasannya. Lalu aku dipaksa untuk menyerahkan jabatanku ke salah seorang pemimpin dari kaum militer (karena sampai sekarang belum pernah di temukan bukti nyata dari SUPERSEAMAR), dan rasanya pengabdian ku dulu tidak dihargai, karena disisa hidupku aku harus di asingkan, bahkan dalam kematian ku pun akau dalam pengasingan. (Ir. Soekarno)
Akupun tak jauh dari sahabatku soekarno, dulu di masa mudaku aku sempat mengenyam pendidikan di negeri penjajah. aku habiskan masa-masaku disana untuk belajar tentang perekonomian dan sekali-kali aku mendalami ilmu tentang kenegaraan. Mungkin aku agak berbeda dengan sahabatku soekarno yang lebih suka melakukan pidato, aku lebih terkesan pendiam. Dan tidak jarang aku berselisih pendapat dengan soekarno, tapi itu tidak menjadi kendala bagi kami, karena kami bisa menghargai perbedaan antara satu dan yang lainnya. Bahkan dulu aku sempat bernazar aku tidak akan menikah sebelum negeri ini merdeka, aku terus berjuang untuk kemerdekaan ini. Sampai akhirnya dinegeri ini merdeka dan aku mendampingi sahabatku soekarno di kursi kepemimpinanya. (Moh. Hatta)
Hari ini tepat tanggal 10 november, adalah hari yang tepat untuk mengenang mereka. Tapi tidak hanya untuk mengenang karena perjuangan mereka belum berakhir. Mungkin benar dulu mereka lah yang tealah memperjuangkan negeri ini sampai merdeka tapi tongkat estafet itu tidak boleh berhenti kawan. Negeri ini memang sudah merdeka secara lahiriah, TAPI BATIN INI MASIH DIJAJAH kawan, bahkan di jajah bukan hanya Negara asing tapi juga orang-orang yang satu ras dan satu tanah dengan kita teman.
Inilah waktu yang tepat untuk mencapai cita-cita kita dan mereka yaitu, INDONESIA MERDEKA !!!!!!!
Sumber: Sandhy Kopong Nugraha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar